Permintaan
terhadap bata ringan di kota besar terus meningkat. Produk ini menjadi
incaran kontraktor atau pengembang perumahan. Ada peluang untuk
berbisnis pembuatan bata ringan dengan modal ringan. Setahun bisa balik
modal.
Harga bahan bangunan yang cenderung bertahan tinggi mendorong pengembang yang membangun rumah atau orang yang ingin merenovasi berupaya mencari cara agar lebih hemat dan efisien dalam mengeluarkan bujet. Sayang, tak banyak penghematan yang bisa dilakukan jika ingin tetap menjaga kualitas.
Salah satu cara penghematan yang bisa ditempuh adalah
memilih bahan bangunan jenis “baru”. Walau harga lebih mahal, biasanya bahan bangunan jenis baru ini menjanjikan efisiensi lebih tinggi dalam pengerjaan maupun kebutuhan bahan baku pendukung. Rangka atap baja ringan misalnya, selain lebih awet ternyata bisa dikerjakan lebih cepat ketimbang rangka kayu.
Selain rangka atap baja ringan, bata ringan juga menjadi idola anyar para pengembang perumahan dan penghobi renovasi rumah. Batu bata berukuran lebih daripada batako, berwarna dominan putih atau krem ini semakin banyak dicari, baik oleh pengembang maupun orang yang ingin merenovasi atau membangun rumah.
Berbeda dengan batu bata atau batako, ukuran bata ringan ini jauh lebih besar. Ukuran bata ringan umumnya 60 cm X 20 cm x 10 cm. Sebagian orang menyebut bata ringan sebagai habel. Padahal, Habel sendiri merupakan nama beton ringan buatan PT Habel Indonesia. Spesifikasi bata ringan dan beton ringan buatan Habel agak beda. Bahan baku Habel adalah pasir silika, batu kapur, dan aluminium slury. Adapun bata ringan menggunakan bahan baku pasir, semen, air, dan zat kimia.
Menurut Syaiful Anam Manajer Pemasaran bata ringan di Sidoarjo, bata ringan baru dikenal di Indonesia dua tahun terakhir. Di negara tetangga seperti Malaysia, bata ringan ini sudah dikenal sejak tahun 2000.
Meski baru dikenal di Indonesia, Junaidi Hasan, Manajer Pemasaran bata ringan di jakarta bilang, permintaan bata ringan cukup berkembang. “Kami sampai kewalahan untuk memenuhi permintaan,” ujarnya. Ia menggambarkan, setiap hari, permintaan bata ringan bisa mencapai 220 meter kubik (m³). Padahal, kapasitas produksi di Pabrik hanya 20 m³ per hari.
Persoalan yang sama juga dialami oleh Syaiful yang tergolong pemain baru di bisnis ini. Kini kapasitas produksi perusahaannya baru mencapai empat m³ per hari. Tapi, permintaan yang datang bisa sampai dua kali lipat. “Saya baru memulai bisnis ini sejak enam bulan lalu,” cerita dia.
Permintaan bata ringan ini biasanya berasal dari kontraktor yang akan membangun perumahan atau kantor dengan tiga sampai empat lantai. Tak sedikit pengembang rumah susun juga mencari bata ringan. Permintaan dari toko material juga tidak sedikit.
Biasanya, orang menggunakan bata ringan lantaran konsistensi ukurannya jauh lebih baik ketimbang bata merah. Maklum, proses pembuatan bata merah yang masih tradisional membuat ukuran bata tidak sama besar. Beda dengan bata ringan yang pembuatannya sudah menggunakan mesin, termasuk proses cetakannya.
Ukuran bata ringan yang jauh lebih besar dari bata merah juga membuat proses pembangunan lebih cepat. Pengangkutan bata ringan juga jauh lebih mudah lantaran sudah dikemas dalam jumlah tertentu. Selain itu, bangunan yang menggunakan bata ringan biasanya lebih tahan gempa. Menurut Syaiful, bata ringan tahan api empat sampai enam jam, sangat beda dari bata merah yang mudah terbakar.
Margin lumayan
Dengan nilai penjualan yang cukup besar itu, baik Syaiful dan Junaidi mengaku, harga pokok produksi bata ringan itu hanya sekitar Rp 400.000 per m³. “Itu sudah termasuk gaji pegawai dan listrik,” papar Junaidi. Artinya, margin laba dari usaha bata ringan per m³ ini bisa mencapai hampir 40%.
Tapi, Syaiful menghitung jauh lebih detail. Menurutnya, margin usaha pembuatan bata ringan itu hanya sekitar 10% - 15%. “Itu termasuk menghitung biaya penyusutan mesin produksi,” ujar dia.
Faktor lain yang juga harus dihitung adalah biaya sewa tempat. Junaidi bilang, lahan yang diperlukan untuk membuat usaha batu ringan ini minimal 500 meter persegi. “Tarif sewanya mungkin Rp 1 juta - Rp 2 juta per bulan,” kata dia. Tentu, besar kecilnya tergantung lokasi yang dipilih.
Produksi bata ringan juga membutuhkan beberapa bahan baku seperti pasir, semen, dan foam concretesebagai generator. Untuk membuat 1 m³ bata ringan, butuh pasir sebanyak 400 liter, semen 250 kg, danfoam sebanyak 1 liter. Foam ini, menurut Junaidi, bisa diperoleh di internet atau beberapa toko kimia. Anda bisa memakai semua jenis merek semen, termasuk semen curah. Begitu pula dengan pasir.
Selain bahan baku, Anda juga perlu mesin pembuat bata ringan. Ada banyak yang menawarkan mesin pembuat bata ini. Junaidi bercerita, harga satu paket mesin sekitar Rp 170 juta. “Mesinnya ada macam-macam,” tutur dia. Ada foam refrigerator, mixer, screen, conveyor, cetakan plastik sebanyak 500 set, kompresor, frame cetakan 10 set, dan chem foam agent satu drum (isi 200 liter). Harga tersebut masih bisa nego lo. Junaidi juga bilang, selain menjual alat, “Kami juga mengajarkan proses produksi kepada pemula,” papar dia.
Syaiful mengaku mengeluarkan modal lebih besar untuk memulai usaha pembuatan bata ringan. “Total kebutuhan kami bisa mencapai Rp 600 juta-Rp 700 juta,” ujar dia. Sebanyak Rp 200 juta di antaranya habis untuk membeli mesin. Paket alatnya tidak jauh beda dengan yang ditawarkan oleh Junaidi. Sisanya untuk membeli lahan dan bahan baku.
Meski modal yang harus disiapkan cukup gede, Junaidi bilang, balik modal bisnis ini bisa kurang dari setahun. “Saya memperkirakan, balik modalnya bisa mulai tujuh bulan sampai 13 bulan,” ujar dia. Tentu, semua tergantung dari jumlah produksi dan penjualan bata ringan tiap hari.
Syaiful yang baru memulai bisnis selama enam bulan terakhir sudah yakin usahanya bakal balik modal kurang lebih setahun. Maklum, di daerahnya, produk bata ringan ini masih belum banyak yang tahu. Alhasil, ada potensi pasar besar meski di awal produksi, mereka harus menggencarkan promosi. Itu juga alasannya di awal usahanya ini, mereka belum memproduksi terlalu banyak.
Tapi, Syaiful yakin, dalam waktu dekat, produknya bakal dikenal luas. Sebab, para kontraktor dan pengembang properti mulai mencari alternatif bata ringan yang lebih murah dari produk merek terkenal.
Biasanya, produk ini lebih banyak dikenal di kota besar. Jika ingin memulai usaha di kota kecil, sebaiknya Anda melakukan survei pasar dulu. Selamat mencetak bata.
Harga bahan bangunan yang cenderung bertahan tinggi mendorong pengembang yang membangun rumah atau orang yang ingin merenovasi berupaya mencari cara agar lebih hemat dan efisien dalam mengeluarkan bujet. Sayang, tak banyak penghematan yang bisa dilakukan jika ingin tetap menjaga kualitas.
Salah satu cara penghematan yang bisa ditempuh adalah
memilih bahan bangunan jenis “baru”. Walau harga lebih mahal, biasanya bahan bangunan jenis baru ini menjanjikan efisiensi lebih tinggi dalam pengerjaan maupun kebutuhan bahan baku pendukung. Rangka atap baja ringan misalnya, selain lebih awet ternyata bisa dikerjakan lebih cepat ketimbang rangka kayu.
Selain rangka atap baja ringan, bata ringan juga menjadi idola anyar para pengembang perumahan dan penghobi renovasi rumah. Batu bata berukuran lebih daripada batako, berwarna dominan putih atau krem ini semakin banyak dicari, baik oleh pengembang maupun orang yang ingin merenovasi atau membangun rumah.
Berbeda dengan batu bata atau batako, ukuran bata ringan ini jauh lebih besar. Ukuran bata ringan umumnya 60 cm X 20 cm x 10 cm. Sebagian orang menyebut bata ringan sebagai habel. Padahal, Habel sendiri merupakan nama beton ringan buatan PT Habel Indonesia. Spesifikasi bata ringan dan beton ringan buatan Habel agak beda. Bahan baku Habel adalah pasir silika, batu kapur, dan aluminium slury. Adapun bata ringan menggunakan bahan baku pasir, semen, air, dan zat kimia.
Menurut Syaiful Anam Manajer Pemasaran bata ringan di Sidoarjo, bata ringan baru dikenal di Indonesia dua tahun terakhir. Di negara tetangga seperti Malaysia, bata ringan ini sudah dikenal sejak tahun 2000.
Meski baru dikenal di Indonesia, Junaidi Hasan, Manajer Pemasaran bata ringan di jakarta bilang, permintaan bata ringan cukup berkembang. “Kami sampai kewalahan untuk memenuhi permintaan,” ujarnya. Ia menggambarkan, setiap hari, permintaan bata ringan bisa mencapai 220 meter kubik (m³). Padahal, kapasitas produksi di Pabrik hanya 20 m³ per hari.
Persoalan yang sama juga dialami oleh Syaiful yang tergolong pemain baru di bisnis ini. Kini kapasitas produksi perusahaannya baru mencapai empat m³ per hari. Tapi, permintaan yang datang bisa sampai dua kali lipat. “Saya baru memulai bisnis ini sejak enam bulan lalu,” cerita dia.
Permintaan bata ringan ini biasanya berasal dari kontraktor yang akan membangun perumahan atau kantor dengan tiga sampai empat lantai. Tak sedikit pengembang rumah susun juga mencari bata ringan. Permintaan dari toko material juga tidak sedikit.
Biasanya, orang menggunakan bata ringan lantaran konsistensi ukurannya jauh lebih baik ketimbang bata merah. Maklum, proses pembuatan bata merah yang masih tradisional membuat ukuran bata tidak sama besar. Beda dengan bata ringan yang pembuatannya sudah menggunakan mesin, termasuk proses cetakannya.
Ukuran bata ringan yang jauh lebih besar dari bata merah juga membuat proses pembangunan lebih cepat. Pengangkutan bata ringan juga jauh lebih mudah lantaran sudah dikemas dalam jumlah tertentu. Selain itu, bangunan yang menggunakan bata ringan biasanya lebih tahan gempa. Menurut Syaiful, bata ringan tahan api empat sampai enam jam, sangat beda dari bata merah yang mudah terbakar.
Margin lumayan
Dengan nilai penjualan yang cukup besar itu, baik Syaiful dan Junaidi mengaku, harga pokok produksi bata ringan itu hanya sekitar Rp 400.000 per m³. “Itu sudah termasuk gaji pegawai dan listrik,” papar Junaidi. Artinya, margin laba dari usaha bata ringan per m³ ini bisa mencapai hampir 40%.
Tapi, Syaiful menghitung jauh lebih detail. Menurutnya, margin usaha pembuatan bata ringan itu hanya sekitar 10% - 15%. “Itu termasuk menghitung biaya penyusutan mesin produksi,” ujar dia.
Faktor lain yang juga harus dihitung adalah biaya sewa tempat. Junaidi bilang, lahan yang diperlukan untuk membuat usaha batu ringan ini minimal 500 meter persegi. “Tarif sewanya mungkin Rp 1 juta - Rp 2 juta per bulan,” kata dia. Tentu, besar kecilnya tergantung lokasi yang dipilih.
Produksi bata ringan juga membutuhkan beberapa bahan baku seperti pasir, semen, dan foam concretesebagai generator. Untuk membuat 1 m³ bata ringan, butuh pasir sebanyak 400 liter, semen 250 kg, danfoam sebanyak 1 liter. Foam ini, menurut Junaidi, bisa diperoleh di internet atau beberapa toko kimia. Anda bisa memakai semua jenis merek semen, termasuk semen curah. Begitu pula dengan pasir.
Selain bahan baku, Anda juga perlu mesin pembuat bata ringan. Ada banyak yang menawarkan mesin pembuat bata ini. Junaidi bercerita, harga satu paket mesin sekitar Rp 170 juta. “Mesinnya ada macam-macam,” tutur dia. Ada foam refrigerator, mixer, screen, conveyor, cetakan plastik sebanyak 500 set, kompresor, frame cetakan 10 set, dan chem foam agent satu drum (isi 200 liter). Harga tersebut masih bisa nego lo. Junaidi juga bilang, selain menjual alat, “Kami juga mengajarkan proses produksi kepada pemula,” papar dia.
Syaiful mengaku mengeluarkan modal lebih besar untuk memulai usaha pembuatan bata ringan. “Total kebutuhan kami bisa mencapai Rp 600 juta-Rp 700 juta,” ujar dia. Sebanyak Rp 200 juta di antaranya habis untuk membeli mesin. Paket alatnya tidak jauh beda dengan yang ditawarkan oleh Junaidi. Sisanya untuk membeli lahan dan bahan baku.
Meski modal yang harus disiapkan cukup gede, Junaidi bilang, balik modal bisnis ini bisa kurang dari setahun. “Saya memperkirakan, balik modalnya bisa mulai tujuh bulan sampai 13 bulan,” ujar dia. Tentu, semua tergantung dari jumlah produksi dan penjualan bata ringan tiap hari.
Syaiful yang baru memulai bisnis selama enam bulan terakhir sudah yakin usahanya bakal balik modal kurang lebih setahun. Maklum, di daerahnya, produk bata ringan ini masih belum banyak yang tahu. Alhasil, ada potensi pasar besar meski di awal produksi, mereka harus menggencarkan promosi. Itu juga alasannya di awal usahanya ini, mereka belum memproduksi terlalu banyak.
Tapi, Syaiful yakin, dalam waktu dekat, produknya bakal dikenal luas. Sebab, para kontraktor dan pengembang properti mulai mencari alternatif bata ringan yang lebih murah dari produk merek terkenal.
Biasanya, produk ini lebih banyak dikenal di kota besar. Jika ingin memulai usaha di kota kecil, sebaiknya Anda melakukan survei pasar dulu. Selamat mencetak bata.
1 komentar:
Kami adalah distributor Bata Ringan Type AAC setara Hebel.
Menjual Bata Ringan AAC Standard.
Murah. Siap Kirim.
Ukuran :
7,5X20X60 cm 10X20X60 cm
Berat normal (kg/m3) : 600 ± 50
Isi /m3 :
7,5 cm : 111 batang
10 cm : 83 batang
Tersedia juga ukuran Non-Standard
Kondisi : New
Pembayaran : Cash (Bayar di tempat) dan transfer bank.
Harga LOCO ( Ambil di Pabrik) :
- Rp 550.000/M3 ( Untuk seluruh indonesia )
*Lokasi pabrik di kawasan Purwakarta
**Harga FRANCO (Pengiriman sampai lokasi) :
-Rp.580.000/M3. (Pengiriman seluruh jakarta )
-Rp.580.000/M3 (Pengiriman cibubur)
-Rp.590.000/M3 ( Pengiriman Depok dan Bogor)
-Rp.560.000/M3 (Pengiriman seluruh Bandung Kota dan Kabupaten)
-Rp.720.000/M3 (pengiriman Tasik)
-Rp.700.000/M3 (pengiriman Garut)
-Rp.650.000/M3 (pengiriman Cirebon)
Negoisasi untuk CBD dan COD tergantung kuantiti
*Pembayaran cash
(barang sampai bayar) /
Transfer Bank.
Info pemesanan hubungi
Rizal
0819 10002211 (XL)
0822 80220090
Pin 767313f3
Hendra:
087822939599
081 222 631229
Fatwa
081312208191
Kantor : (022) 7238153
UNICON
Untuk permintaan brosur kirim by email.
Sample bisa dilihat/ambil :
Cabang
Purwakarta:
Jl Raya Cilalawi no 57. Plered,Purwakarta.
Bandung:
Jl KH Hasan Mustafa (suci) no 22. Bandung.
Jakarta:
Jl Raya lenteng agung no 50 Jakarta Selatan.
Untuk mendapatkan barang terdekat dengan lokasi anda bisa lihat atau kirim dari lokasi diatas. Ready stock.
Posting Komentar